Tanda-tanda kehancuran sebuah Negeri
Petani,… oh Petani,……dimanakah Engkau kini,…..
Sebuah catatan
kecil liburan Idul Fitri 1433 H di Wilayah Kabupaten Banyumas. Ketika usai
silaturahmi di rumah orang tua dan moro tuwo, kerabat dekat dan tetangga dekat
dan jauh, ada pelajaran (hikmah) yang bisa diambil dari
Silaturahmi baik untuk pribadi maupun untuk bangsa kita pada umumnya.
Bangsa
Indonesia ini memiliki sumber daya alam yang kaya raya, minyak bumi, gas alam,
batu bara, emas, tembaga, hutan, pegunungan, perairan dan laut yang kaya akan
ikan dan tetek bengek lainya. Bila kekayaan ini diurus dan diatur sendiri, maka Indonesia menjadi Negara
Adi Daya dengan rakyatnya yang adil dan makmur, tapi sayangnya itu hanya sebuah
mimpi yang tak akan terwujud.
Ketika saya
masih kecil usia Sekolah Dasar (SD), kira-kira 4 (empat) dasa warsa
kebelakang, bila jendela kamar rumah dibuka ketika musim penghujan tiba (musim
tandur), para Petani dengan cepat, tangkas dan penuh kesabaran dan
keikhlasan, nandur padi, dengan diawali mengolah sawah, ada yang mencangkul
sendiri bersama keluarganya dan ada beberapa yang membajak sawah dengan Wluku
atau Garu. Saat itu hampir semua orang di kampungku berprofesi sebagai
seorang Petani. Adapun yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti Guru,
Pegawai Kantor Kecamatan, Pegawai KUA, Pegawai Depdikbud, ABRI, TNI dan Polisi,
hanya beberapa gelintir saja, mereka biasa disebut golongan (kaum Piyayi).
Sekalipun
mereka Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi mereka juga bertani,
mungkin hanya dengan hitungan kurang dari jari 10 (sepuluh) saja mereka
betul-betul sebagai Piyayi dalam satu Kecamatan.
4 (empat) dasa
warsa kemudian, orang tua saya bilang, sekarang ini saya kesulitan mencari
orang untuk menggarap sawah. Generasi tua yang tekun sebagai
seorang Petani ternyata usianya telah udzur,
kerjanyapun pelan dan lambat. Sedangkan Generasi Mudanya tidak
satupun yang mau menjadi seorang Petani,….???!! Jutaan hektar tanah sawah kini
berubah menjadi tanah mati/tanah darat yang tidak produktif.
Apakah
Pemerintah dalam hal ini tidak atau kurang menghargai hasil pertanian, sehingga
hasil pertanian Indonesia dibeli dengan harga murah atau ada ongkos produksi
yang mahal,..????!!
Akan tetapi
disisi lain bangsa kita ini membuka kran lebar-lebar pasar bebas di wilayah Asia
Tenggara dan Cina maupun Global. Imbas dari Pasar Global diantaranya industry atau
produksi lokal tergerus kalah saing ketimbang produksi Asing.
Dulu bangsa
kita pernah menjadi lumbung padinya ASEAN, padi atau beras melimpah, palawija
melimpah, buah dan sayuran melimpah semua dari hasil produksi anak bangsa.
Akan tetapi
berbeda dengan kondisi sekarang ini, semua bahan makanan pokok telah mengimpor
dari luar negeri. Kondisi seperti sekarang ini sungguh saya melihatnya Bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang sangat rapuh dari sisi ketahanan pangan.
Pada masa
kejayaan Islam, penduduk dilarang menelantarkan tanahnya hingga kurun waktu
kurang lebih 3 (tiga) tahun lamanya. Bila ada penduduk yang menelantarkan
tanahnya 3 (tiga) tahun lebih, maka Negara mengambil alih kepemilikan tanah
untuk diserahkan kepada pihak lain untuk digarap atau ditanami. Begitulah
Sistem Islam memperhatikan ketahanan pangan sebuah bangsa.
Bogor, 29 Agustus
2012 M / 11 Syawal 1433 H
Ditulis oleh,
Yasin Nuntoro
0 komentar:
Posting Komentar