INFO KULIAH Dan SKRIPSI

MELAYANI JASA PEMBUATAN TESIS, SKRIPSI, LAPORAN PKL, DAN AGEN PENDAFTARAN KULIAH MUDAH, MURAH

SELAMAT DATANG DI BLOG YASIN NUNTORO

Terima kasih atas kunjungannya ke blog saya jangan kapok sering-sering mampir kagi.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 29 Agustus 2012

Tanda-tanda Kehancuran sebuah Negeri


Tanda-tanda kehancuran sebuah Negeri
Petani,… oh Petani,……dimanakah Engkau kini,…..

       Sebuah catatan kecil liburan Idul Fitri 1433 H di Wilayah Kabupaten Banyumas. Ketika usai silaturahmi di rumah orang tua dan moro tuwo, kerabat dekat dan tetangga dekat dan jauh, ada pelajaran (hikmah) yang bisa diambil dari Silaturahmi baik untuk pribadi maupun untuk bangsa kita pada umumnya.

Bangsa Indonesia ini memiliki sumber daya alam yang kaya raya, minyak bumi, gas alam, batu bara, emas, tembaga, hutan, pegunungan, perairan dan laut yang kaya akan ikan dan tetek bengek lainya. Bila kekayaan ini diurus dan diatur sendiri, maka Indonesia menjadi Negara Adi Daya dengan rakyatnya yang adil dan makmur, tapi sayangnya itu hanya sebuah mimpi yang tak akan terwujud.

Ketika saya masih kecil usia Sekolah Dasar (SD), kira-kira 4 (empat) dasa warsa kebelakang, bila jendela kamar rumah dibuka ketika musim penghujan tiba (musim tandur), para Petani dengan cepat, tangkas dan penuh kesabaran dan keikhlasan, nandur padi, dengan diawali mengolah sawah, ada yang mencangkul sendiri bersama keluarganya dan ada beberapa yang membajak sawah dengan Wluku atau Garu. Saat itu hampir semua orang di kampungku berprofesi sebagai seorang Petani. Adapun yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti Guru, Pegawai Kantor Kecamatan, Pegawai KUA, Pegawai Depdikbud, ABRI, TNI dan Polisi, hanya beberapa gelintir saja, mereka biasa disebut golongan (kaum Piyayi).

Sekalipun mereka Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi mereka juga bertani, mungkin hanya dengan hitungan kurang dari jari 10 (sepuluh) saja mereka betul-betul sebagai Piyayi dalam satu Kecamatan.

4 (empat) dasa warsa kemudian, orang tua saya bilang, sekarang ini saya kesulitan mencari orang untuk menggarap sawah. Generasi tua yang tekun sebagai seorang Petani ternyata usianya telah udzur, kerjanyapun pelan dan lambat. Sedangkan Generasi Mudanya tidak satupun yang mau menjadi seorang Petani,….???!! Jutaan hektar tanah sawah kini berubah menjadi tanah mati/tanah darat yang tidak produktif.

Apakah Pemerintah dalam hal ini tidak atau kurang menghargai hasil pertanian, sehingga hasil pertanian Indonesia dibeli dengan harga murah atau ada ongkos produksi yang mahal,..????!!

Akan tetapi disisi lain bangsa kita ini membuka kran lebar-lebar pasar bebas di wilayah Asia Tenggara dan Cina maupun Global. Imbas dari Pasar Global diantaranya industry atau produksi lokal tergerus kalah saing ketimbang produksi Asing.

Dulu bangsa kita pernah menjadi lumbung padinya ASEAN, padi atau beras melimpah, palawija melimpah, buah dan sayuran melimpah semua dari hasil produksi anak bangsa.

Akan tetapi berbeda dengan kondisi sekarang ini, semua bahan makanan pokok telah mengimpor dari luar negeri. Kondisi seperti sekarang ini sungguh saya melihatnya Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sangat rapuh dari sisi ketahanan pangan.

Pada masa kejayaan Islam, penduduk dilarang menelantarkan tanahnya hingga kurun waktu kurang lebih 3 (tiga) tahun lamanya. Bila ada penduduk yang menelantarkan tanahnya 3 (tiga) tahun lebih, maka Negara mengambil alih kepemilikan tanah untuk diserahkan kepada pihak lain untuk digarap atau ditanami. Begitulah Sistem Islam memperhatikan ketahanan pangan sebuah bangsa.


Bogor, 29 Agustus 2012 M / 11 Syawal 1433 H

Ditulis oleh,
Yasin Nuntoro